Sabtu, 21 Desember 2013

Gunung Bawang,Kab. Bengkayang, 16-18 Agustus 2013

Sebenernya udah harus diceritain dari kemaren-kemaren, berhubung lagi banyak gawean ditambah mood yang ancur lebur, terpaksa di-pending berbulan-bulan, dan baru dapet kesempatan di desember ini, tanggal 21, kebetulan tadi abis nonton final sepakbola Sea Games Indonesia vs Thailand, dan hasilnya, seperti biasa, kalah tipis 1-0, dan kalahnya buat Indonesia, tapi tak apa, Saya tetep bangga jadi Anak Bangsa Indonesia (Ceilaah). Dilanjut sepulang nonton bola makan Nasi Goreng I'in di Jalan Johar, laper soalnya, dan sekarang, malam ini, Saya lagi ngumpul di rumah temen saya, sekaligus markas besar Pasukan Pulang Pagi (lho..??), iya, ini rumah kedua kalo udah malem minggu sampe minggu pagi atawa siang atawa sore, jadi, jangan cari di rumah kalo pas hari-hari yang disebutin di atas. Karena pasti dijamin kecewa.

Yak, kita masuk ke judul utama, naik gunung, Gunung Bawang tepatnya, terletak di Kabupaten Bengkayang, rencananya udah diomongin bulan Juli, sebelom UAS. Tanggal 15 Agustus 2013, segala perlengkapan disiapin selengkap-lengkapnya, mulai kemes-kemes jam 10 malem tanggal 15, baru selesai jam 3 pagi tanggal 16, disambung tidur ayam yang nggak tidur, segala persiapan semacam beras, mie instan, minyak goreng, ikan kalengan, gps, belati, kamera, sampe baju-baju anget yang buaanyak banget.


Paginya, tanggal 16 Agustus 2013, jam 7 pagi, yang notabene udah kesiangan karena pada bangun jam setengah 7, dan antre mandi sampe jam 7 kurang 5, kasep siap-siap sama makan pagi bareng pake rendang sisa lebaran. Sambil nunggu mobilnya dateng, nyiapin barang-barang yang masih kurang, sambil jalan keluar gang dan cekikikan nggak ketulungan. Mobil di sini, jangan dianggep minibus ato bus biasa, tapi ya begitulah, kami ini orang-orang yang katanya satu spesies sama kambing gara-gara pake Pick up persis kayak ngangkut kambing ke pasar. 


Daaan, perjalanan dimulai......
Sepanjang perjalanan cuma ketawa ketiwi mulu', singgah di bawah tol sebentar beli kacamata 15rebu perak, biar pada sok ganteng katanya. Bangga ngibarin Merah Putih sepanjang jalan, sambil foto-foto jeprat jepret pake dslr, camera smartphone (smartphone saya ilaang..heuheuheu), kadang-kadang tidur, bangun, tiduur lagi. Sempet singgah sebentar di Karangan, makan mie, extra joss susu, makan gorengan, trus, cusss lanjut lagi perjalanan. Jalannya lumayan extreme karena udah kayak angka 8 semua, untung para kambing punya nyali.. hehehhe..(Ibu -ibu hamil dilarang naik pick up ini, dapat menyebabkan brojol dadakan, Karena perjalanan ini UJI NYALI)



 Sebelum nyampe desa setempat, Kami singgah dulu di pinggir jalan, nungguin guide Kami yang ketinggalan dua di belakang, karena mereka pake motor, salah satunya orang asli Bengkayang, Kami lebih dulu nyampe soalnya supir pick-up nya bawa mobil bener-bener kayak bawa kambing qurban, dipasrahin, mau mati, ya mati, kalo idup, ya paling gitu, di-qurban-in.. Itung-itung istirahat ngelepas capek gara-gara perjalanan jauh, padahal cuma duduk doang, tapi capeknya kayak nguli' mikul beras seton.

Setelah kedua guide Kami nyampe, Kami lanjutin perjalanan, masih pake pick-up tentunya, masuk ke Desa (atau dusun, saya lupa) setempat yang kurang lebih 3 kilometer jauhnya dari jalan raya, sebagian besar jalan masih berbatu, dan berlubang kubangan air, tapi, rasa lelah Kami terbayar dengan melihat puncak gunung yang akan kami daki, yak Gunung Bawang, 1460 m di atas permukaan air laut. Ada rasa takjub di situ, sesekali puncaknya disusupi awan, menambah rasa hormat Kami pada Kuasa Allah, masing-masing terdiam, menikmati pemandangan di depannya, hati Saya berdesir.. Ah, 'Moga Allah berkenan.

Sebenenya, pick-up nya bisa nganterin kami sampe ke kaki gunung, tapi ternyata eh ternyata, di tengah perjalanan sebelom nyampe kaki gunung, jalannya kerendem banjir, kurang lebih 80cm, dan setelah dipastikan, pick-up nggak bisa masuk lebih dalam karena ditakutkan ada batu dan menghantam bak oli dan gardan bawah mobilnya. Setelahnya, mau tidak mau, suka tidak suka, Kami lanjutkan dengan berjalan.

Kami melewati jembatan penghubung yang cuma bisa dilewatin sepeda motor sama pejalan kaki. jembatan kayu yang dirangkai pake kawat besi. sambil jalan goyang-goyang, ngikutin irama jembatan. Sexy.





 Setelah jembatan ini, semuanya bener-bener jalan, 6 kilo menuju kaki gunung, komposisi jalannya sama aja, tanah kuning yang berbatu, ada beberapa yang mulus, ada juga yang nggak keurus, jalan ini merupakan jalan utama segala aktivitas warga di desa ini, plus sebagai sarana utama Illegal logging yang ada di sekitar kaki Gunung Bawang tersebut, oh iya, Saya juga nemu resam, itu looh bahan baku untuk buat gelang di pergelangan tangan saya (nggak penting ih, tapi ntar saya upload fotonya), lumayan banyak, saya sempat beberapa kali ngambil trus dibuang lagi, karena tergolong masih muda. Di sepanjang jalan, Kami melihat kondisi sekitar, ada parit di depan rumah warga yang mengalir (atau dialirkan) dari riam yang airnya luuuar biasa jernih biar kata dalamnya nggak sampe 1 meter, Saya kembali takjub, rumah penduduk pun sudah banyak yang berarsitektur modern, porselin, semen, seng, tapi disayangkan, belum ada listrik yang mengalir. Listrik masih didapat dengan genset pribadi warga.






Sesekali berhenti sejenak karena rasa lelah yang amat sangat, karena topografi jalan yang naek turun yang kata kawan-kawan saya "ini jalan, apa Uji Nyali..??" disambung ngakak yang nggak berenti. Tapi ya begitulah, ini tantangan buat Kami, yang kami pikirin waktu itu yang penting seneng, ketawa bareng, jalan bareng, istirahat bareng, ada akrab lain yang menumbuh tunas di situ.

Setelah kurang lebih berjalan kaki selama 2 jam perjalanan, akhirnya nyampe juga, Kaki gunung Bawang, yang merupakan bekas Pembangkit Listrik Tenaga Air Mini (PLTAM) tapi tidak difungsikan lagi karena alasan perangkat yang ada hilang dicuri orang dan alasan-alasan lain. Kami beristirahat sejenak di PLTAM tersebut, kebetulan di situ ada riam juga, sebagai pembangkit utama PLTAM ketika masih berfungsi. Sembari melepas lelah dan berbaring di bebatuan yang ada di riam. Sejuk, begitu sejuk, melepaskan perih di kaki yang udah mulai ngelupas di mata kakinya. Pelan-pelan Saya celupin kaki ke air, luar biasa sejuknya, ngelepasin sakit dan keringat yang bikin gerah badan. Sambil minum air pegunungan murni, nggak pake rebus, maen nungging aja dapet air seger, kayak es, tapi nggak ada es nya.









Sambil istirahat, Kami menemui pendaki-pendaki lain yang ternyata baru turun dari puncak, mereka menceritakan bahwa pada malam hari sebelumnya hujan, dan berpetir, sehingga mereka menyarankan agar tidak menginap atau mendirikan tenda di puncak.

Keringat Kami masih belum kering, dan nggak bakal kering, membasahi rambut, dahi, mata, pipi, leher, dada, punggung, sekujur tubuh, apa arti keringat ketika lelah singgah..?? Semuanya terduduk, menikmati lelahnya masing-masing. Menikmati keringat yang merembes seenaknya dari pori-pori kulit, membaringkan ransel yang memberat di punggung, meresapi luka di mata kaki yang mulai ngelupas, ketika sama berpandangan, cuma bisa ngetawain diri masing-masing, seolah-olah ngerti apa yang pengen diomongin, udah jam 3 sore.

Langit masih cerah, memang di perjalanan tadi, ada mendung dikit, tapi, ah, siapakah di antara kami yang peduli..?? Ada beberapa pohon durian berbuah terlalu lebatnya, sampai-sampai yang masih mentahpun musti gugur sia-sia. Ada anak-anak kecil dari desa yang turut bermain di situ, sekadar menikmati dingin riam, atau mencari durian, haha, entahlah, kami masih tenggelam di dalam lelah kami masing-masing. Si Teguh, dan beberapa kawan lainnya kembali memperbaiki posisi isi ransel mereka, karena selama menempuh perjalanan 6 kilometer terasa berat sebelah, sehingga terpaksa disusun ulang. Kami bersiap-siap kembali, pukul 4 sore. Sudah 1 jam istirahat, dan sudah waktunya menempuh perjalanan kembali. Pukul 4 lewat 10 menit, kami mulai dari riam, dan... Pendakian dimulai..!!!

Sepanjang awal pendakian, kami menemukan di sepanjang jalan yang notabene kanan dan kirinya hasil tebangan liar atau illegal logging. Banyak rotan yang menghalangi jalan, beberapa kawan terkena goresan durinya bahkan ada yang terpegang di tangan sehingga menyebabkan sedikit luka yang katanya cukup perih. Kami berhenti beberapa kali untuk sekadar duduk dan minum air, karena jalannya menanjak terus, jalan datar didapati kalau mengitari gunung. Tumbangan pohon-pohon yang lapuk ataupun akar yang bergantung cukup menghambat karena musti menggerakkan seluruh badan untuk menghindar, mrnyingkirkan bahkan memijak dan melepaskannya pelan-pelan supaya nggak meloncat dan mengenai kawan di belakang.

Jam 5 tepat. Matahari jadi begitu orange kekuning emas. Berpendar pelan. Diam-diam singgah di wajah. Keringat Kami jadi tampak berkilau. Begitu pun wajah Kami, perlahan mulai memerah padam. Perjalanan masih berlanjut. Suara burung dan binatang hutan mendominasi di antara Kami yang diam pada kesunyian masing-masing. Ada angin sore menggelayut begitu pelan, mengusap wajah dan seputaran leher, daun-daun berkibas goyang begitu anggunnya, beberapa gugur, menguning dan menua. Pelan-pelan senja menyapa begitu anggunnya, semuanya lelah, ini merupakan hari yang berat, penuh tantangan, bahkan belum menyentuh seperempat jalan. Kami berhenti di sebuah tempat bekas para penggesek kayu memotong belah kayu-kayu hasil tebangan mereka. Setelah sepakat, tenda didirikan di situ. Beberapa mendirikan tenda, sebagian mencari kayu bakar untuk dijadikan kayu bakar sebagai penepis hawa dingin malam hari, rencana hari pertama gagal, yaitu untuk mencapai shelter pertama yang merupakan riam yang merupakan sumber mata air yang cukup deras. Praktis, Kami kehabisan air, sisa sebotol 1,5 liter untuk 10 orang. Malam pertama ini, Kami nggak masak nasi, cuma roti dan mie instant kering yang dibawa sebelumnya. Unggun dihidupkan. Ada sebungkus sosis, masing-masing memanggang di bara yang ada, penyangga lapar selama menginap semalam di sini. Pukul 18.30, beberapa udah ada yang tidur karena capek yang nggak ada duanya, beberapa menghangatkan diri di luar, menghangatkan diri di depan unggun.








Saya malah nggak bisa tidur, entah kenapa, cuma bolak-balik di seputaran tenda. Kadang ngendep di lubang bekas akar pohon yang lumayan gede untuk tidur (tapi nggak bisa tidur). Ah, biarlah.

Sabtu, 17 Agustus 2013, jam 6, semuanya udah pada bangun, nggak ada acara gosok gigi, apalagi cuci muka (cuci mukanya pake embun, adem), kemes-kemes tenda, ransel dan Kami siap berangkat lagi. O iya, kang Zul ada bikin ukiran di pohon, entah apa tulisannya, Saya nggak sempet moto.









Dari sini, hari kedua, Kami siap mencapai Puncak..!!!


To Be Continued....

Jumat, 01 November 2013

Dikecewakan, di-Ikhlas-kan, di-Tinggalkan, tapi tidak Dilupakan.

Bismillahirrahmanirrohim.

Yak, hari ini sudah genap 2 minggu Saya kehilangan Laptop dan Smartphone. 2 barang yg belakangan sebelum hilang banyak membantu kegiatan harian Saya, mulai dari belajar coding, bikin peta, sampai nonton film kalo lagi suntuk sesuntuk-suntuknya, tempat Saya menyimpan file-file pribadi dan kerjaan, mulai dari foto, tulisan-tulisan yang sudah mulai berpindah dari buku ke perangkat digital tersebut, kebanyakan sajak, yang dari semasa SMA Saya simpan. Lalu smartphone, ah, salah satu pendukung keseharian Saya untuk menerima laporan via WhatsApp dari teman-teman seperjuangan di Sektor, di Camp, dan bahan diskusi dengan teman-teman kuliah mulai dari yang iseng sampai serius. Rasa-rasanya seperti kehilangan separuh nyawa (ceilah) sampai-sampai nggak bisa tidur dibuatnya, yang kadang dengan tololnya nanya ke diri sendiri, "lagi diapain ya tuh laptop..?? lagi diapain ya tuh smartphone..??".

Ok, ok, bukan waktunya buat ngeluh, kalo kata orang sekarang Move On ato apalah namanya, buat Saya, cuma perlu bangun dari keterpurukan, nggak diambil pusing meskipun tetep aja pusing. Nggak dibikin beban meskipun udah nambah lebar bahu ama jidat. Fyuh. Capek, semuanya diulang dari awal, ngulang lagi ngais rezeki buat beli laptop baru, smartphone baru, ngulang lagi segala macam kerjaan yang udah dikerjain di laptop sebelumnya, ya begitulah, mau tidak mau, musti dituruti biar kata segede Gajah Kalimantan. Pada dasarnya, musti ada yg dikecewakan, di-ikhlas-kan, ditinggalkan, tapi tidak dilupakan.



Memang, laki-laki musti bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, dikerjakannya, nggak semata-mata cuma sekadar uang yang dicari, ada yang perlu dicapai lebih dari itu, walaupun kita tetap membutuhkan uang pada dasarnya, tapi kepuasan dan keberhasilan kerja juga penting. Motivasi untuk maju harus ada di dalam hati dan fikiran tiap lelaki. Ketika seorang lelaki berhasil melewati tantangan kerjanya, dia akan lebih berusaha untuk mendapatkan tantangan yang lebih berat, lebih dari yang sebelumnya. Ketika kita menggali fikiran kita, akan ditemukan hal-hal yang menakjubkan tanpa kita sadari, dan ada motivasi yang menyuruh kita unutk melakukan hal-hal hebat lain dengan menggali segala potensi yang ada pada diri kita.



Tidak mudah menerima kenyataan, sesuatu yang kita perjuangkan setengah mati tiba-tiba musti hilang dengan segala macam cerita pahit buat menemukannya, mendapatkannya. Alhasil, begitulah, Lelaki membutuhkan "Goal" untuk motivasi dirinya, meskipun harus melewati lorong gelap, hutan rimba, panas, hujan, tapi pasti ada padang lapang terang yang bakal menyambutnya.

Ah, Siapa yang tahu..??

Jumat, 27 September 2013

Jingga

Kemarin pulang dengan sederet kabut di wajahmu
Awan kelabu, langit ungu, jendela biru.

Aih, segores cahyamu lalu menjalar singgah
ada sumringah di situ,
Sejenis emosi yang pelan-pelan kau ceritakan,
dan aku mendengarkan. Ada senyum kecil, begitu kecil

Tak ada yang tahu. Cuma kau dan aku.

Manuskrip, 27 September 2013




Situasi

barangkali, engkau lebih dingin dari udara sebelum pagi itu
lebih dingin dari ketinggian 1490 m di muka lautmu.

Seorang perempuan berjalan dengan anggun di matanya.
teduh di bawah senja jingga dengan rona,

atas daun-daun gugur dan semi bunga di bawah hujan.
tak ada yang saling membenci. begitu pula dengki.
Hei, siapa yang mengetuk di balik pintu,
segumpal sunyikah..??
atau segerombolan udara malam yang terlalu manja untuk kawan bercanda..??

sambil heran terus didekatinya, "ah, pasti dia" pikirnya.
setengah berlari dibuatnya melangkah..

Ah... Tak ada siapa-siapa..
mimpi mana yang lewat tanpa permisi..?
Kau datang dan berlalu sesuka langkahmu.

Manuskrip, 2013

Kamis, 05 September 2013

September 05th, 2013 : Tentang Maut

Assalamu'alaikum..
Semangat PAGI...!!!


Akhirnya kesampaian juga bikin Blog, dari kemarin ada niatan cuma bawaannya malas, tidak ada waktu atau apalah seribu satu alasan yang kadang cuma sekadar omong kosong yang tidak ada harganya dan lebih ke alasan-alasan yang menurut saya "tolol".

Pagi tadi, ketika bangun tidur pukul 5.00 (sebuah keajaiban karena biasanya saya ketika lelah dengan pekerjaan bisa bangun pukul 6.30 pagi) Ibu Saya langsung menghampiri dan memberitahu bahwa salah satu teman (Dwi Sulistyo Raharjo) meninggal dunia pada pukul 3.00. Mata yang masih sayu terkena kilauan lampu terperangah memandang Ibu. Ada rasa terkejut yang tak biasa menghampiri, tak biasanya badan saya bergetar. Tanpa menunggu lagi, setelah sikat gigi dan mencuci muka ala kadarnya, Saya berangkat menuju rumahnya yang memang tak begitu jauh dari rumah.

Malam harinya sebelum kepergian Almarhum, Saya hanya mendengar kabar bahwa Ia masuk rumah sakit dan menempati ruangan ICU di sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Pontianak, tapi Saya Hanya berfikir; "Dia orangnya kuat kok, pasti bisa sembuh..". Tapi siapa yang bisa menentang Kehendak ALLAH..??

Sesampainya di sana, sudah ramai keluarga dan teman-teman Kami semasa SMP dulu di rumah Almarhum. Tanpa menyapa mereka dahulu, Saya langsung masuk dan duduk di samping Jenazah yang kaku itu. Pucat. Dingin. Sebaris do'a mengalir pelan. Hati Saya bergetar, Ibunya masih terisak, Kakak dan adiknya menunggui di sampingnya. Sedangkan adik bungsunya tidur lelap di sampingnya. Hanya ayahnya yang tampak tegar. Meskipun ada kelabu di wajahnya. Ah, siapa yang tahu hati manusia..??

Setelah rampung melihat teman untuk yang terakhir kalinya itu, Saya beranjak keluar, menghampiri teman-teman lain yang sudah berkumpul duluan. Masing-masing dari mereka menceritakan kenang-kenangan terakhir saat bersama Almarhum, tentang futsal, belajar nyetir, dan kegiatan lain yang menjadi kesibukan Almarhum selama hidupnya. 

"Ah, lalu kita sebentar merenung, 
membangkitkan kenang-kenangan lama,
buat kita bioskop-kan di hati dan fikiran kita,
Sambil sebentar tertawa & mengusap air yg keluar dari konjungtiva,
lalu kenang-kenangan itu dibawa 'nuju mimpi, masa kecil,
kelereng, sepeda, sepak bola, futsal,.."

Pelayat lain terus berdatangan, Jenazah sudah mulai dimandikan, kebetulan di depan rumah Almarhum ada Surau, jadi dishalatkan langsung di Surau tersebut. Ketika hendak dishalatkan, Saya jadi takjub sendiri, begitu ramai hingga ukuran Surau tak mencukupi untuk ditempati Jama'ah lainnya. Ada yang bergetar di dada Saya. Menimbulkan pertanyaan yang kadang kalau Saya lagi bercermin bisa datang sendiri. Apakah ketika Saya mencapai waktunya nanti, akan sebanyak itu orang-orang yang akan menyalatkan saya..?? Apakah Saya pantas mendapat hal semacam itu..?? Saya masih merenung lama melihat pemandangan itu. Ada gumaman yang tiba-tiba keluar seperti ini : "Gile, kalo aku nanti mati apa ada yang nyolatin serame itu..??". Bahkan Saya akui bahwa shalat pun masih kadang ditinggalkan dengan alasan-alasan yang Saya pikir lebih penting, Kerja, Urgent, Dead Line, Sibuk, ah, kadang-kadang jadi teguran diri sendiri. Banyak yang tertinggal. Masih banyak Kewajiban yang ditinggalkan.

"..Seperti pagi ini, ada gerimis asing yang tak tampak menimpa lindung matari, daun-daun gugur, bougenville yang masih terserak embun di situ.."

Jenazah mulai dimasukkan ke dalam Ambulance dan tak lama kemudian berjalan dengan perlahan menuju pemakaman. Kami menyusul di belakang, begitu ramai, tak terkira. Berderet seperti kereta dengan gerbongnya, tanpa putus. Lalu Jenazah dimakamkan, gumpal demi gumpal tanah kami timbun, air mawar, bunga dengan banyak rupa, lalu do'a-do'a tak henti terpanjatkan, ada haru di situ, dereatan air mengalir dari konjungtiva mereka; Keluarga, sahabat. terlalu banyak mereka yang hidup mencintaimu, tapi Kami tahu, Sang Pemilik Hidup lebih mencintaimu dan lebih tahu tempat yang sangat pantas buatmu...

"Aih Bro, 'moga dapat tempat di tempat yang tinggi derajatnya di sisi ALLAH, sampai jumpa lagi Wi', ada waktunya Kita semua bakal berjumpa dan berkumpul bersama tanpa takut berpisah dan kehilangan lagi..."